Kamis, 24 Juni 2010

Kapal Sitaan Teronggok Menunggu Rusak

KOMPAS/A HANDOKO
Kapal Vietnam yang digunakan untuk mencuri ikan di perairan Indonesia, yakni di sekitar Kepulauan Karimata, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, ditangkap petugas dan ditarik ke Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pontianak, Sabtu (29/5). Pencurian ikan di perairan Indonesia menunjukkan bahwa nelayan Vietnam semakin nekat. Mereka sebelumnya hanya berani mencuri di zona ekonomi eksklusif atau teritorial.


Kamis, 24 Juni 2010 | 04:44 WIB



Genderang perang terhadap nelayan-nelayan asing, penjarah kekayaan laut Indonesia, setiap tahun menghasilkan sekitar 250 kapal rampasan. Sayang, kapal sitaan dengan berbagai ukuran dan teknologi itu lebih banyak teronggok dimakan karat dan menunggu rusak.

Tak sulit mengenali kapal-kapal sitaan itu, yang sebagian berada di Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak, di pinggir Sungai Kapuas, Kalimantan Barat. Kapal yang pernah pongah mencuri ratusan ton ikan di perairan Indonesia dan mengirimkannya ke negara-negara asal nelayan tersebut kini sudah hilang kegagahannya.

Di Stasiun Pengawasan PSDKP ada sekitar 40 kapal sitaan, mulai dari kapal kayu berbobot mati 30 gross ton (GT) hingga kapal besi berbobot mati 300 GT. Sebagian besar dilengkapi alat tangkap pukat.

Kapal-kapal kayu umumnya merupakan rampasan dari nelayan Vietnam, Thailand, dan Malaysia, sedangkan kapal besi umumnya rampasan dari nelayan China.

Jumat, 18 Juni 2010

"Harta" Itu Bernama Kerapu

Jumat, 18 Juni 2010 | 04:12 WIB


Indonesia boleh berbangga. Kekayaan biota laut perairan kita ibarat ”surga” yang kerap membuat iri negara lain. Adalah kerapu (Epinephelinae) salah satu komoditas unggulan yang sukses diternakkan di Tanah Air dan banyak diburu negara lain.

Seorang pengusaha ikan kawakan pernah menuturkan, perairan Indonesia terpengaruh oleh dua musim subur bagi perkembangbiakan ikan-ikan laut. Hanya saja potensi itu belum diperhatikan, termasuk oleh negara.
Saat ini pasar ikan kerapu tidak terdengar gaungnya di dalam negeri sebab sebagian besar produknya ”dilarikan” ke luar negeri. Harga ikan dengan ciri tutul-tutul atau belang-belang di tubuhnya ini mencapai Rp 500.000 per kilogram.

Sebagai ilustrasi, harga ekspor kerapu bebek saat ini 50 dollar AS (sekitar Rp 465.000) per kg, kerapu macan 11 dollar AS per kg, dan kerapu lumpur 10 dollar AS per kg. Ukuran kerapu yang diekspor minimal 500 gram per ekor.

Bangun Sitepu, pembudidaya kerapu di Lampung Barat, menuturkan, ekspor kerapu ke Asia terus naik seiring tingginya minat penduduk Asia Timur mengonsumsi kerapu. Apalagi tidak banyak negara di Asia mampu membudidayakan kerapu di wilayah perairannya.

Beberapa jenis kerapu yang sukses dibudidayakan di Tanah Air meliputi kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang harga jualnya tinggi. Selain budidaya, produksi kerapu juga diperoleh dari penangkaran hasil tangkapan alam, di antaranya kerapu sunu (Plectropomus spp) dan kerapu lumpur (Epinephelus suillus).

Sitepu menuturkan, banyak pembudidaya kerapu asal Thailand, Malaysia, Hongkong, dan China membeli benih kerapu bebek dari Indonesia untuk dikembangbiakkan. Namun, upaya pemijahan itu kerap gagal.

”Sudah 10 tahun terakhir pembudidaya kerapu luar negeri membeli benih kerapu bebek untuk dibudidayakan, tetapi hasilnya sulit karena kerapu bebek dan macan ternyata lebih cocok berkembang biak di perairan Indonesia,” ujar Sitepu, yang juga Ketua Forum Komunikasi Kerapu Lampung.

Jumat, 11 Juni 2010

Presiden Diharapkan Tiru Langkah Obama

Fadel Muhammad: Pencemaran Sudah Tak Terpantau Satelit
Jumat, 11 Juni 2010 | 05:42 WIB


Kupang, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, selaku kepala negara, diharapkan lebih cepat menangani kasus pencemaran di Laut Timor, seperti yang dilakukan Presiden Amerika Serikat Barack Obama saat menangani kasus pencemaran di Teluk Meksiko.

Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Damanik M Riza menyampaikan pernyataan itu, Kamis (10/6), mengingat dalam 10 bulan ini belum ada tindakan berarti dari Pemerintah RI untuk mengatasi persoalan ini. ”Nota protes perlu segera dikeluarkan, sekaligus menagih tanggung jawab Australia dan perusahaan kilang itu,” kata Damanik.

Pencemaran di Laut Timor terjadi akibat ledakan kilang minyak Montara, Australia, 21 Agustus 2009. Berdasarkan catatan Kiara, sejak terjadi ledakan itu setiap hari kilang tersebut memuntahkan 500.000 liter minyak ke perairan laut yang mengancam 17.000 masyarakat pesisir Pulau Timor. ”Sangat tidak fair, Montara memberikan kompensasi kepada nelayan Australia Barat, tapi tidak melakukan hal serupa terhadap nelayan Indonesia,” tambah Damanik

Pantauan Kompas, banyak nelayan maupun pembudidaya rumput laut terkena dampak pencemaran itu. Perkampungan nelayan Tablolong, sekitar 35 kilometer barat Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), misalnya, mengaku jenis ikan pasir atau dasar laut dangkal, yang lazim disebut ikan ndusu, setahun belakangan ini menghilang dari perairan sekitar Pantai Tablolong. Pada saat bersamaan, hasil tangkapan nelayan dan petani rumput laut merosot tajam.

Rabu, 09 Juni 2010

Minapolitan Tuna Terganjal Kendala

Rabu, 9 Juni 2010 | 04:22 WIB

Pacitan, Kompas - Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mengembangkan kawasan minapolitan tuna di Pacitan, Jawa Timur. Namun, hanya satu pelabuhan perikanan dari total 17 pelabuhan di Pacitan yang dikembangkan untuk tuna.

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad di Pacitan, Selasa (8/6), mengemukakan, pihaknya akan intervensi untuk mendorong Pacitan menjadi kawasan minapolitan melalui koordinasi dengan lintas kementerian.