Kamis, 29 April 2010

Lagu 'Pak Nelayan'

Tak kan ada ikan gurih di meja makan
Tanpa ada jerih-payah nelayan
Daging ikan sumber gizi bermutu tinggi
Diperlukan semua manusia

Tiap malam mengembara di lautan
Ombak badai menghadang dan menerjang
Pak nelayan tak gentar dalam darmanya
Demi kita yang membutuhkan pangan
Terima kasih pak nelayan

Sebuah lagu yang dipersembahkan khusus untuk para nelayan di seluruh nusantara. Lagu yang singkat namun penuh makna, menggambarkan perjuangan seorang nelayan demi kebutuhan kita.

Di era '90an , lagu ini sering sekali diputar di stasiun TV nasional kebanggaan bangsa, TVRI. Lagu ini saya dengar sejak saya masih kecil. Lagu ini pula yang membangkitkan kecintaan saya terhadap dunia perikanan. Sampai saat ini saya tidak tahu siapa pencipta lagu ini. Bahkan saya tidak menemukan lagu ini dalam bentuk file audio digital (.mp3). Apabila ada diantara pembaca yang mengetahuinya, mohon beritahu saya via komentar anda. Terima kasih...

Rabu, 28 April 2010

Ayo, Gemar Makan Ikan!

Dalam dunia ekonomi, selalu ada hukum permintaan dan penawaran barang. Apabila permintaan tinggi dan hanya mampu disupply dengan penawaran yang sedikit, maka harga barang akan melambung. Hal sebaliknya terjadi, permintaan yang rendah dengan supply yang tinggi akan menyebabkan turunnya harga di pasaran. Dunia perikanan pun juga akan bermuara kepada hukum ekonomi di atas. Jumlah permintaan akan daging ikan yang rendah di pasaran tentunya akan berdampak pada rendahnya harga ikan di pasar.
 
Melalui polling terbuka di blog ini selama satu bulan diketahui bahwa konsumsi ikan pembaca  masih terlihat kurang. Dari 12 orang responden yang mengikuti polling, hanya sekitar 3 orang pembaca yang mengkonsumsi ikan lebih dari tujuh kali dalam seminggu. Ini berarti hanya sekitar 25 % dari jumlah keseluruhan peserta survey. Walaupun jajak pendapat ini tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah dan tidak bisa dijadikan bahan acuan secara faktual, akan tetapi bisa jadi ini gambaran umum para bagi pembaca sekalian.

Kalau kita jadikan hasil survey sebagai bahan acuan sementara tulisan ini, maka dapat diasumsikan bahwa permintaan masyarakat akan daging ikan masih rendah. Terbukti dari polling, dimana para pembaca yang melakukan jajak pendapat lebih banyak mengkonsumsi ikan kurang dari 3 kali dalam sepekan. Entah faktor apa yang mempengaruhi minimnya tingkat konsumsi ikan di masyarakat.

Selasa, 13 April 2010

Nelayan Tuntut Permudah Izin Kapal

KOMPAS/ALBERTUS HENDRIYO WIDI
Ratusan nelayan Kabupaten Pati, Jawa Tengah, berunjuk rasa di depan Kantor Bupati dan DPRD Pati, Senin (12/4). Mereka menuntut revisi Undang- Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan karena merugikan nelayan.

Undang-Undang Perikanan Sepatutnya Segera Direvisi
Selasa, 13 April 2010 | 04:28 WIB

Tegal, Kompas - Sekitar 1.000 nelayan di Kota Tegal, Jawa Tengah, berunjuk rasa di halaman Gedung DPRD Kota Tegal, Senin (12/4). Mereka meminta pemerintah mempermudah proses perizinan kapal, menambah alokasi solar bersubsidi, dan menghapus pungutan hasil perikanan.

Saat berunjuk rasa, nelayan memblokir jalur pantai utara (pantura)—di ruas Jalan Gajah Mada, Kota Tegal—sekitar lima menit. Aksi itu membuat arus lalu lintas tersendat. Nelayan mengaku kecewa karena hingga pukul 11.30 WIB belum juga ditemui oleh satu pun anggota DPRD.
Arus lalu lintas kembali normal setelah polisi berhasil membujuk pengunjuk rasa kembali masuk ke halaman Gedung DPRD.

Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal Eko Susanto mengatakan, nelayan meminta agar pemerintah membuka kembali izin kapal cantrang di bawah 30 gross ton. Saat ini sekitar 600 kapal, dengan 6.000 nelayan di Tegal, beroperasi dengan kapal jenis itu.

”Karena pemerintah tidak lagi mengeluarkan izin untuk kapal cantrang, sebagian nelayan terpaksa berlayar dengan izin berbeda. Akibatnya, mereka sering ditangkap saat ada razia,” kata Eko.

Selasa, 06 April 2010

HARI NELAYAN: Minapolitan dan Nasib Nelayan

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Nelayan merapikan jaring mereka sebelum berangkat mencari ikan di Pelabuhan Tempat Pelelangan Ikan Muara Angke, Jakarta Utara. Hari Nelayan Indonesia yang diperingati tanggal 6 April seperti menguak riwayat "urat nadi" negeri bahari ini. Belenggu kemiskinan dan keterbelakangan masih sulit beranjak dari kehidupan nelayan.
 
 
Selasa, 6 April 2010 | 04:06 WIB
Hari Nelayan Indonesia yang diperingati hari ini, 6 April, bagai menguak riwayat ”urat nadi” negeri bahari ini. Belenggu kemiskinan dan keterbelakangan hingga kini belum beranjak dari kehidupan nelayan. Ketidakpastian penghidupan membuat sebagian nelayan kecil beralih profesi ke sektor informal. 

Berdasarkan data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), tahun 2003-2008, sekitar 1,2 juta nelayan tangkap sudah meninggalkan laut. Sebagian dari mereka beralih profesi ke sektor informal di luar perikanan tangkap, misalnya menjadi buruh bangunan, buruh pabrik, atau tukang ojek.

Keterbatasan bahan bakar minyak, jeratan utang ke tengkulak, permainan harga jual ikan, dan terbatasnya daya serap industri pengolahan ikan menjadi persoalan klasik yang mendera nelayan hingga hari ini.

Kasus penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia oleh nelayan asing, penangkapan ikan dengan alat tangkap yang merusak lingkungan, dan penangkapan ikan yang tidak dilaporkan adalah lingkaran setan yang menggerogoti daya saing nelayan kecil dan tradisional.

Di sisi lain, ratusan nelayan asal Indonesia ditangkap oleh otoritas keamanan Australia karena dianggap memasuki perairan Australia.