Rabu, 10 Maret 2010 | 03:46 WIB
Jakarta, KOMPAS - Pelaku budidaya udang wajib penuhi standardisasi internasional. Kewajiban itu semakin kuat seiring keputusan Aquaculture Stewardship Council membentuk lembaga sertifikasi udang tahun 2011.
Aquaculture Stewardship Council (ASC) di Jakarta, 9-11 Maret, menyusun finalisasi standardisasi budidaya dengan melibatkan negara produsen, pelaku bisnis, dan ilmuwan.
Fisheries Program Leader Word Wild Fund Indonesia Imam Musthofa menjelaskan, prinsip standardisasi antara lain budidaya ramah lingkungan, perlindungan pekerja, pengelolaan kesehatan udang, pengelolaan stok indukan, dan penyakit.
Menurut Ketua Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu PT Aruna Wijaya Sakti Nafian Faiz, sertifikasi udang tak memberikan imbal balik pada peningkatan kesejahteraan petambak. Harga udang petambak tetap rendah meski memenuhi persyaratan.
Direktur Perbenihan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Ketut Sugama mengakui, standardisasi yang digulirkan ASC sulit diterapkan sepenuhnya di Indonesia. Ini karena petambak udang nasional didominasi oleh petambak rakyat dengan lahan sempit dan teknologi sederhana.
”Pemerintah berupaya meminta kelonggaran waktu pelaksanaan sertifikasi bagi petambak kecil,” ujar Ketut.
Ketua Shrimp Club Indonesia Iwan Sutanto mengingatkan pemerintah untuk melindungi petambak kecil agar tidak terlibas persaingan pasar. Indonesia telah menerapkan standardisasi dan sertifikasi budidaya udang yang mengacu standar internasional. Namun, sertifikasi itu belum mendunia. (ROW/LKT)
sumber: KOMPAS
Get Social Share!